oleh : (Mufti, Aries)
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kita ucapkan kepada
Allah SWT yang pada hari ini mengijinkan kita untuk berkumpul dalam nikmat iman
dan nikmat sehat walafiat, dalam acara rutin kultum di bulan Ramadhan.
Puji syukur juga perlu kita ucapkan,
karena sebulan lamanya kita akan menunaikan ibadah puasa untuk menghapus
dosa-dosa kecil kita, sekaligus i’tikaf bermuhasabah dalam rangka taubatan
nasuha untuk menghapus dosa-dosa besar kita, sehingga sampailah kita pada
puncaknya nanti (Insta Allah) yaitu merayakan Idul Fitri, hari kegembiraan
kita, karena kita telah menang dalam hal mengendalikan hawa nafsu (ghadab dan
syahwat) kita, sehingga Allah SWT berkenan mengampuni dosa-dosa kita, dan
kembali ke fitri atau fitrah kita, sebagaimana layaknya anak bayi yang baru
keluar dari rahim ibunya. Kita kembali ke titik nol (zero based) dalam hal dosa, namun plus dalam hal pahala. Rasulullah SAW bersabda,
“Ketika umatku telah
berpuasa di bulan Ramadhan dan menuju Hari Raya. Allah SWT berfirman, “Wahai
para malaikat-Ku. Sesungguhnya setiap orang yang telah bekerja, tentu akan
mencari hasilnya. Hamba-hamba-Ku hari ini telah berpuasa dan mereka tengah
mencari balasan amalnya. Maka saksikanlah olehmu sekalian wahai para
malaikat-Ku, bahwa Aku telah memberi ampunan kepada mereka.” (Hadits Qudsi
Riwayat Ibnu Mas’ud).
Jadi berbeda dengan lembaga keuangan
seperti PNM atau perbankan dimana pinjaman bermasalahnya biasanya di hapus
bukukan namun tidak di hapus tagihkan, maka dengan menjalankan puasa di bulan
Ramadhan, dosa-dosa kita yang berkaitan dengan Allah SWT (hablum minallah) di hapus buku dan hapus tagih, sedangkan dosa-dosa
kita yang berkait dengan manusia (hablum
minannas) akan di hapus buku dan hapus tagih setelah kita bersilaturahim
(menyampaikan kasih sayang) dan saling maaf memaafkan dan saling mendoakan “taqabballahu
minna wa minkum” (mudah-mudahan Allah menerima ibadah kami dan ibadah
kamu sekalian) baik melalui sms, email, surat, telepon dan paling afdol
tentunya dengan saling bersalaman. Halal bi halal yang biasa dilakukan setelah
Hari Raya, adalah dalam rangka silaturahim tersebut.
Sesungguhnya masih banyak hikmah
yang dapat kita ambil dari bulan ramadhan dan bulan syawal nanti, yaitu yang
bersifat makro dengan adanya lebaran dan mudik lebaran, dimana secara ekonomi
menimbulkan perputaran uang di daerah meningkat dengan signifikan, terjadi
redistribusi aset, anak-anak kita mengunjungi kerabat dan mungkin tempat ayah
dan ibunya di lahirkan untuk bersilaturahim jangan sampai kacang lupa akan
kulitnya. Di bulan ramadhan dan syawal inilah kita kadang-kadang menjadi oshin
sehingga akan lebih empati terhadap nasib
para pembokat kita, jangan sampai kita menuntut perusahaan dua atau tiga
kali THR tetapi untuk pembantu kita cukup setengah kali saja, jangan sampai
kita tiap tahun menuntut naik gaji, namun pembantu kita sudah lima tahun tidak
pernah di naikkan gajinya dstnya, jangan sampai kita menuntut training untuk
perbaikan kita, tetapi pembokat tidak pernah kita kursuskan. Jangan sampai kita menuntut asuransi
kesehatan, Namun kesehatan pembokat kita tidak pernah kita pikirkan.
Ada
dua hal yang wajib kita laksanakan dan sunnah yang dianjurkan dalam bulan
Ramadhan dan Syawal, yaitu wajib Puasa dan Zakat yang merupakan Rukun Islam dan
di sunnahkan khatam Qur’an,
bersilaturahim serta puasa 6 hari di bulan syawal.
Dengan puasa dan zakat di Bulan Ramadhan
dan 6 hari di bulan syawal, maka ini adalah cara untuk melatih bagaimana kita dapat mengendalikan qalbu kita, agar jangan
sampai dikendalikan oleh hawa nafsu (consumerism
dan hedonism), jangan sampai kita cinta dunia dan takut mati, karena kita
belum siap menghadapinya. Puasa mendidik manusia untuk bertakwa agar cerdas
emosional dan spiritual.
Puasa
mengajarkan kita rasa lapar dan haus sehingga kita lebih peka terhadap kaum tertindas, yang menderita kelaparan.
Dengan itu kita tidak menjadi korup karena tidak ikhlas membayar zakat, infak
dan sedekah yang menjadi hak orang miskin. Sehingga ada anekdot, jadinya puasa
ini hanya untuk orang kaya saja, karena kalau si miskin tiap hari juga sudah
puasa.
Puasa mengajarkan kita membedakan yang halal dengan yang haram,
bahwa, jangankan yang haram, yang halalpun menjadi haram apabila kita ingin
menikmati setelah imsak dan sebelum magrib. Baru menjadi halal kembali setelah
waktu berbuka. Babi itu haram karena zatnya, sapi itu halal, namun bila uang
hasil KKN, mencuri atau riba itu digunakan untuk membeli sapi, maka sapi itu
menjadi haram karena cara memperolehnya, sehingga puasa juga mengajarkan kita
jangan mencari uang yang haram.
Puasa mengajarkan kita untuk tidak
melakukan hal yang sia-sia, termasuk melihat, mendengar, mencium, mengucapkan
bahkan berpikir yang sia sia, sehingga kita hanya mendapatkan haus dan laparnya
saja, namun tidak pahalanya. Walaupun dengan berpuasa kita juga mempunyai
hikmah kesehatan karena berat badan kita biasanya turun dan lingkar pinggang
kita biasanya mengecil.
Puasa mengajarkan kita disiplin untuk menepati waktu imsak dan
berbuka bila ingin puasa kita diterima. Puasa mengajarkan kita jujur, karena
kita percaya Allah itu ada dan maha mengetahui, karena bisa saja kita diam-diam
minum tanpa di ketahui oleh siapapun dan setelah itu kita mengatakan kepada
orang lain bahwa kita sedang puasa. Puasa mengajarkan kita muhasabah mawas diri
dan meminta ampun atas segala dosa yang telah kita lakukan.
“Dan (dia berkata) : “Hai kaumku,
mohon ampunlah kepaeda Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya ia akan
menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan dia akan menambahkan kekuatan
kepada keuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa” (QS Hud
: 52)
Ada budaya baru di kalangan umat Islam yang mengikuti
tradisi tahun baru, yaitu sehabis Ramadhan atau malam terakhir puasa (malam
takbiran) dianggap sebagai perayaan. Kadang-kadang arti perayaan ini di salah
artikan menjadi berpesta ria, mabok-mabokan dan bermalas-malasan,.
Skenario Allah (al-Qur’an) : “Manusia diciptakan untuk bertakwa (takut
kepada Allah) bukan melawan Allah dan berbuat kebaikan di muka bumi bukan
membuat kerusakan”
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al-Baqarah 2:30)
Firman Tuhan
tersebut menunjukkan bahwa Malaikat sudah tahu bahwa nantinya manusia akan
membuat kerusakan atau huru-hara (fitnah)
di bumi dan akan saling berbunuhan dan
berperang. Akan terjadi “Fitnah Ahlas” dan “Fitnah
Sarra”, sehingga akhirnya terjadi “Fitnah Duhaima” atau Huru-hara Sangat Dahsyat.. Dan ini memang yang dahulu,
sekarang dan nanti akan terjadi lagi. Ini memang merupakan rahasia Tuhan,
karena hanya Allah yang mengetahui apa-apa yang malaikat dan kita tidak ketahui.
Yang jelas Allah menciptakan kita sebagai wakilnya di muka bumi ini untuk
menyembah dan mengabdi kepada Nya.
Dan mempunyai
sifat seperti Allah SWT yaitu pengasih dan penyayang sehingga dapat memberikan Rahmatan
lil Alamin bagi ciptaan Nya di dunia bukan Laknatan lil Alamin.
Jadi Visi Allah SWT menciptakan Manusia ádalah agar
Manusia itu ber Iman, ber Takwa dan berbuat kebaikan, hidup seimbang dunia dan
akhirat. Sedangkan melaksanakan Shalat, Puasa, Haji, Zakat dan Korban, adalah
sarana agar kita bertakwa dan berbuat
kebajikan jadi tujuan akhir itu sendiri hádala kebajikan dan sebaik-baik
manusia hádala yang berbuat kebajikan sehingga sekelilingnya nyaman dan senang
.
Untuk itu Allah
mengirim para Nabi dengan Kitab-kitabnya dan yang terakhir Rasulullah SAW dan
Al-Qur’an agar manusia bertakwa dan
berbuat kebaikan.
Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS Ali
Miran 3:102)
Itulah misi Allah SWT, yaitu
1. Menurunkan Kitab-kitab suci
melalui para Nabi yang semua isinya sama, ádalah agar bertakwa.
2. Menurunkan Al-Qur’an melalui
Nabi Muhammad SAW, dengan infra strukturnya Rukun Islam untuk meningkatkan dan
melestarikan ketakwaan.
3. Memilih manusia-manusia yang
bertakwa sebagai utusan-Nya untuk meningkatkan dan melestarikan ketakwaan
manusia.
4. Menguji ketakwaan dengan godaan
syaitan/iblis/dajjal, sehingga ketakwaan manusia itu berbeda-beda sesuai
kemampuannya melawan godaan tersebut. Ujian itu bisa berupa kebahagian atau
penderitaan, kemudahan atau kesulitan, kekayaan atau kemiskinan, kebaikan atau
kerusakan, disukai, atau dibenci.
5. Memberikan insentif dan balasan
sesuai tingkat ketakwaan manusia
Berdasarkan itu
maka Visi Manusia, ádalah bertakwa
dan mengabdi kepada Allah untuk mendapatkan ridho Nya. Sedangkan pahala dan
mendapatkan kapling di Surga itu adalah output dari semua proses yang kita
jalankan. Karena itu Misi Manusia ádalah,
1. Iman terhadap Tuhan YME,
Malaikat, Nabi-nabi, Kitab-kitab Suci, Taqdir dan Akhirat (Rukun Iman).
2. Melaksanakan seluruh perintah
Allah SWT
3. Menjauhi seluruh larangan Allah
SWT
4. Membaca, memahami, menerapkan
dan menyiarkan Al-Qur’an selama hidupnya
5. Mengikuti sunnah Rasul yang
shahih (sesuai Al-Qur’an)
6. Melawan setiap godaan
syaitan/iblis/dajjal di dunia yang akan menjerumuskan manusia.
Rukun Iman
1. Percaya kepada Allah YME (QS 2:
1-5, 83, 97, 177, 285)
2. Percaya kepada Malaikat (QS 3:
3, 84-85, 95, 102)
3. Percaya kepada para Nabi dan
Rasul (QS 4: 36, 48, 116)
4. Percaya kepada Kitab-kitab Suci
(QS 5: 48, 68-69)
5. Percaya kepada Taqdir (QS 7:25)
6. Percaya kepada Akhirat (Syurga
dan Neraka) (QS 19: 15, 33 ; QS 22: 5-7, 75)
Perintah Allah SWT yang harus di laksanakan
1. Mencari karunia (nafkah)
sebanyak-banyaknya dan hidup seimbang dunia akhirat (QS 62: 9-10 ; QS 67: 15 ;
QS 9: 105 ; QS 73: 20 ; QS 78: 11 ; QS 2: 267, ; QS 28: 77)
2. Menjaga kesehatan (QS 7: 31)
3. Menuntut Ilmu (QS 35:28 ; QS 39: 9; QS 20:
114)
4. Berbuat baik kepada orang tua (QS 4: 36;
QS 17: 23-24; QS 31: 14: QS 28: 8)
5. Kepala keluarga yang baik (QS 30: 21; QS
4: 19; QS 24: 61; QS 9: 24; QS 66:6; QS 18: 46; QS 64: 14; QS 2: 138)
6. Infak dan Shodaqoh (QS 3: 92, 133-134 ; QS
65: 7 ; QS 107: 1-7 ; QS 2: 267 ; QS 9: 53 ; QS 36: 47 ; QS 57: 7 ; QS 64: 16 ;
QS 92: 5)
7. Menahan amarah (ghadab) dan nafsu
(syahwat) (QS 3: 133-134 ; QS 64: 14 ;
QS 25: 43 ; QS 28: 50 ; QS 79: 40 ; QS
12: 53)
8. Memaafkan orang lain (QS 3 : 133-134 ; QS
42 : 37 ; QS 64 : 14 ; QS 2: 187, 263)
9. Memenuhi janji (QS 2: 177 ; QS 23: 1-8 ;
QS 3: 76 QS 17: 34)
10. Adil (QS 5: 8 ; QS 2: 177 ; QS 3: 76
QS 17: 34)
11. Bersyukur (QS 14: 7)
12. Sabar dan ikhlas (QS 2 : 151,
155 ; QS 16: 96)
13. Kebajikan dan menolong orang (QS
2: 83, 148, 158, 177, 215, 270-274) ( QS 14: 52)
14.
Mengingat Allah SWT sepanjang
masa (QS 2: 21 ; QS 71: 3 ; 3: 190-191 ; QS 4: 103 ; QS 50: 39-40)
15.
Menggunakan akal dalam beragama
(jangan taqlid) (QS 10: 100 ; 2: 179, 269 ; QS 5: 100 ; QS 23: 78 ; QS 7: 179,
204 ; QS 14: 52)
16. Silaturahim dan menjaga
persatuan (jamaah) (QS 4: 1 ; QS 3: 103,
105)
17. Melaksanakan Rukun Islam
1) Syahadat, (QS 2: 1-3, 21, 41,
158, 177, 179, 183, 203 ; QS 5: 6-7)
2) Shalat, (QS 3: 96-97 ; QS 6: 72
; QS 8: 2-4 ; QS 30: 31)
3) Puasa, (QS 2: 183-185)
4) Zakat, (QS 9: 103 ; QS 2: 26 ;
QS 6: 141-142 ; QS 9: 34-35)
5) Hají dan (QS 2: 196-203 ; 3: 97
; QS 22: 26-30, 158)
Qurban (QS 108:
1-3 ; QS 22: 34-37)
Menjauhi Larangan-Nya,
1. Iri dengki dan dendam (QS 3: 19 ; QS 2: 109, 213 ; QS 4: 55 ; QS 42: 14 ; QS 45: 17 ; QS 47: 29
QSW 59: 10)
2. Berselisih (QS 3: 19 ; QS 17:
53)
3. Benci dan menyakiti (QS 5: 91 ;
QS 3: 119 ; QS 5: 2, 8)
4. Bermusuhan (QS 5: 91 ; QS 16: 90
; QS 58: 9)
5. Merusak dan bohong (QS 7: 56,
74, 85 ; QS 11: 85 ; QS 26: 183 ; QS 16: 105)
6. Berprasangka buruk (QS 49:
11-12)
7. Sombong, riya dan
bermewah-mewahan (QS 16: 22-23 ; QS 31: 18 ; QS 57: 23 ; QS 49: 11-12 ; QS 17:
26-27, 37 ; QS 107: 6)
8. Merugikan orang lain (QS 11: 85
; QS 26: 181-184 ; QS 7: 33)
9. Mengaku lebih suci dari orang
lain (QS 53: 32 ; QS 6: 108)
10. Memakan barang haram (QS 5: 3)
11. Memaksakan kehendak (QS 2: 256 ; QS 50: 45 ; QS 20: 44 ; QS 41: 34)
12. Maksiat (QS 5: 90-91 ; QS 17: 32 ; QS 24:
2 ; QS 19: 83)
13. Memperdebatkan keyakinan (QS 3: 163)
Untuk itu kita harus,
1. Membaca Al-Qur’an (QS 29: 45 ;
QS 96: 1-3)
2. Menerjemahkan Al-Qur’an ke
Bahasa masing-masing (Indonesia) (QS 44: 58 ; QS 14: 4 ; QS 19: 97 ; Qs 54: 17,
22, 32, 40)
3. Menafsirkan dan memahami
substansi Al-Qur’an dengan menggunakan Pendengaran, Penglihatan, Hati dan
Pikiran (QS 3: 79 ; QS 12: 1-2 ; QS 4: 1-3 ; QS 17: 36 ; QS 7: 179 ; QS 8: 22 ;
QS 4: 59). Gunakan dan bandingkan tafsir-tafsir yang ada seperti tafsir Ibnu
Katsir, tafsir Al-Misbah M Quraish Shihab, tafsir Fi-Zhilalil Qur’an dari
Sayyid Quthb.
4. Menerapkan dan melaksanakan
Al-Qur’an dalam kehidupan (QS 61: 2, 3 ; QS 2: 44), sesuai dengan kesanggupan masing-masing (QS 2
: 286 ; QS 17 : 84 ; QS 64: 16)
5. Mensyiarkan dan menyebar luaskan Al-Qur’an (QS 2: 174 ;
QS 5: 67, 99)
6. Terus menerus melaksanakan
poin-poin di atas sampai liang lahat. (QS 62: 10 ; QS 4: 103 ; QS 15: 98-99 ;
QS 50: 39-40)
Kalau kita atau
Ummat Islam menerapkan hal di atas dan kembali ber-jamaah, tentu kita akan
mengalami lagi masa kejayaan peradaban manusia seperti di masa Rasulullah SAW.
Sayang sekali saat
ini kita meninggalkan ajaran Islam, sehingga nasib Umat Islam saat ini berada
di titik nadir, diperebutkan dan diombang-ambing seperti layaknya buih di
lautan yang di permainkan gelombang untuk selanjutnya hilang pada saat
dibenturkan ke batu karang atau terhempas ke pantai.
Akankah keadaan ini begini
terus ? Bagaimana
masa yang akan datang nasib umat Islam,
khususnya di Indonesia ? Untuk itu pelajarilah kembali Skenario Allah
(Al-Qur’an) dan hadits tentang sejarah masa lalu dan masa yang akan datang agar
Indonesia Emas terwujud (Baldatun Thoyibatun wa Rabbun Ghofur).
Sejarah kita (umat) tidak akan keluar dari Skenario Allah (al-Qur’an)
Dalam al-Qur’an sangat jelas bahwa Allah SWT tidak netral, Allah sangat
memihak terhadap bangsa-bangsa dan umat
yang Takwa (takut pada Allah)
dan berbuat Kebaikan.
Jelas sekali dalam al-Qur’an
disebutkan bahwa tidak ada perbuatan buruk yang sehebat apapun akan membawa
keberhasilan, kemakmuran pada sekelompok manusia di bumi, apapun agama maupun
etnisnya, termasuk juga keturunan para Nabi. Sejarah (Skenario Allah)
mengalahkan niat dan maksud-maksud jahat, termasuk masa yad.
Ketika Ibrahim di coba oleh Tuhannya
dengan perintah-perintah tertentu, ia mematuhinya. Itulah sebabnya Allah
berjanji padanya bahwa ia dan
keturunannya akan menjadi Pemimpin manusia, kecuali yang zalim.
Proses sejarah adalah suatu proses
yang secara etis selalu melakukan penyesuaian dan dalam penyesuaian selalu
tidak akan membiarkan suatu kelompok masyarakat atau bangsa lain memimpin atau
menduduki posisi pimpinan, tanpa di ganti oleh pimpinan baru atau kebudayaan
baru. Dan inilah sunnatullah sebagaimana yang terjadi pada kejadian alam.
Kebathilan atau kezaliman akan
berlalu seperti buih di atas air, sedangkan kebenaran akan terus ada dan
mempengaruhi jalannya sejarah, sehingga akhirnya akan di pisahkan mana
orang-orang yang berakhlak mulia dengan orang-orang yang zalim. Kalaupun hal ini tidak terjadi di dunia,
akan terjadi di Akhirat nanti.
Karena itu sejarah juga akhirnya akan membedakan sistem
ideologi, sosial dan ekonominya. Suatu masyarakat yang penuh dengan KKN tanpa
ukuran nilai-nilai, baik moral maupun religius seperti yang terjadi saat ini di
Indonesia tidak akan mendapat perlakuan yang sama dalam proses evolusi sejarah,
kecuali nantinya masyarakat menjaga kesehatan kalbu dan jiwanya terlebih lagi
para pemimpinnya. Sehingga nantinya bersama semua Umat yang berserah diri
(Islam) akan menjadi pewaris bumi sebagaimana ketetapan Nya, yang telah
tertulis dalam Lauh al-Mahfuzh.