Posted : Ulul Azmi U.
Sumber :
E-Book merenungi ayat-ayat inspirator ( Rahmat. ST)
Renungan 1: Shalat dan Shabar
Jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka
akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS Al Baqarah:45-46)Kita sering kali
mencari pertolongan ke sana ke mari saat kita ditimpa masalah,
namun kita (mungkin hanya saya),
malah sering lupa untuk meminta pertolongan
kepada Allah SWT melalui shalat
dan shabar. Shalat adalah bukti ketundukan
kita kepada Allah SWT, shalat
adalah do’a, shalat adalah ibadah yang bukan
hanya memuji Allah SWT tetapi
juga berisi permintaan-permintaan kita kepada
Allh SWT.
Alangkah indahnya dalam sujud dan
ruku’ kita mensucikan dan memuji Allah
sebagai simbol ketundukan dan ketaatan
kita kepada Allah SWT. Allah Maha
Pengasih dan Maha Penyayang,
jangankan kepada makhluq-Nya yang tunduk
dan taat, bahkan kepada
orang-orang yang membangkang pun dengan segala
kesombongannya, Allah masih
tetapi memberikan nikmat tiada tara.
Mungkin kita perlu membenahi
shalat kita, agar sesuai dengan syariat dan
menjalankannya dengan penuh
kekhusyuan. Kita seharusnya malu jika masih
setengah-setengah menjalankan
shalat, mengabaikannya, tidak peduli apakah
shalat kita sudah benar atau
tidak, dan shalat hanya penggugur kewajiban.
Sudahkah shalat kita sesuai
syariat?
Sudahkah kita yakin bahwa shalat
kita sudah sesuai dengan syariat? Marilah kita
bertanya, apakah takbiratul ihram
kita sudah benar? Jika ya, tahukah Anda ayat
atau hadits yang membuktikan bahwa
takbiratur ihram kita itu sudah benar? Jika
kita masih ragu atau masih belum
bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini,
berarti kita masih perlu belajar,
masih perlu membuka buku-buku fiqh dari ulama
terpercaya. Inspirasi buat saya,
meski sudah seperempat abad saya shalat, saya harus tetap
mempelajari bagaimana cara shalat
yang benar. Saya harus membaca buku dan
bertanya, bagaimana shalat yang
benar, dengan mengetahui dalil-dalil yang
membuktikan kebenaran tersebut.
Sudahkah shalat kita khusyu’?
Bukan sembarang shalat yang akan
menjadi penolong kita. Dalam ayat tersebut,
disebutkan bahwa orang yang bisa
menjadikan shabar dan shalat sebagai
penolong ialah mereka yang
khusyu’. Tidak ada ukuran baku dalam shalat
khusyu’, oleh karena itu kembali
kita meminta kepada Allah SWT agar
menjadikan shalat kita dengan
khusyu’.
Shalat yang khusyu adalah shalat
yang dikerjakan dalam nuansa harap, cemas,
dan cinta, serta dengan takbir
yang sempurna, lantunan ayat yang tartil, ruku’
dengan tawadhu, sujud dengan
diliputi kerendahan hati dan keikhlasan. Tentu
tidak lupa harus sesuai dengan
syariat. Sebagai tip agar shalat kita lebih khusyu’
ialah dengan menganggap bahwa
shalat yang kita lakukan adalah shalat yang
terakhir, seperti yang disabdakan
oleh Rasulullah saw,
Jika kamu berdiri untuk
melaksanakan shalat, maka shalatlah sperti shalatnya
orang-orang yang akan berpisah
(meninggal). (HR Ibnu Majah)
Subhanallah. Allah sudah
menyediakan suatu solusi kepada kita, untuk setiap
masalah yang dihadapi. Cara yang
lengkap, bukan hanya mengajarkan apa yang
harus dilakukan, tetapi juga
bagaimana melakukannya dengan baik yang benar.
Masihkah kita takut dengan
masalah? Masihkah kita menghindari masalah?
Masihkan kita frustasi dengan
masalah? Padahal Allah SWT sudah memberikan
solusi bagi kita?
Jalani hidup. Hadapi masalah.
Jangan menjadi pengecut sehingga kita tidak
berkarya, tidak mencoba berbuat
sesuatu yang besar karena takut masalah
menghadap kita. Banyak pemuda
yang enggan menikah karena alasan belum
siap, padahal solusi sudah disiapkan
oleh Allah SWT. Banyak orang yang tidak
mau memikul beban dakwah, padahal
solusi sudah disiapkan oleh Allah SWT.
Saat Rasulullah saw dan para
sahabat hijrah, mereka meninggalkan kampung
halaman, meninggal harta benda,
dan meninggalkan keluarga. Mereka
mengambil resiko untuk meraih
sesuatu yang lebih besar. Mereka tahu, masalah
bisa saja muncul baik saat hijrah
dan setelahnya. Tetapi mereka tetap
menjalaninya, karena mereka yakin
masalah yang akan ditemui, Allah SWT
sudah menyiapkan solusinya.
Rasulullah saw selalu menjadikan
shalat sebagai solusi berbagai masalah
seperti yang kita baca dalam
berbagai riwayat. Hudzaifa bin Al Yaman
menceritakan, “Jika Rasulullah
saw ditimpa sebuah kesulitan beliau bersegera
melaksanakan shalat.” Begitu juga
yang diriwayatkan oleh Haritsah bin Madhrib,
“Aku mendengar Ali ra. berkata,
‘Kamu melihat kami dan segala keadaan kami
pada malam perang Badar kecuali
Rasulullah saw, beliau mengerjakan shalat
dan berdo’a hingga datang waktu
subuh.’”
Sering kali saya mendengar jika
seseorang sakit dia seolah-olah ada alasan
untuk tidak shalat. Padahal
justru shalat bisa mengobati penyakit, seperti apa
yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah saat dirinya sedang sakit perut. Rasulullah
saw. bertanya, “Apa kamu sakit
perut?” Ia menjawab. “Benar.” Beliau bersabda,
“Berdirilah dam kerjakan shalat.
Sesungguhnya dalam shalat itu terdapat
kesembuhan.”
Allahuakbar. Marilah kita hadapi
hidup dengan tegar. Biarkan masalah datang,
tidak usah kita hindari apa lagi
lari dari masalah. Saat kita lari dari masalah,
sebenarnya hanya menuju ke
masalah yang lain yang mungkin saja lebih besar
dari masalah yang kita hadapi
saat ini. Kita sudah memiliki solusi dari setiap
masalah yang muncul yang sudah
disiapkan oleh Allah SWT untuk kita. Marilah
jalani hidup dengan lebih
semangat dan optimis. Tidak ada alasan untuk tidak.
Saat kesulitan menghimpit,
bersabarlah….
Saat kita menghadapi masalah.
Saat kita memerlukan pertolongan, yang kita
bisa lakukan selain shalat adalah
bershabar. Memang ada yang lain? Usaha!
Yah usaha, yang sebenarnya usaha
adalah bagian dari shabar. Hanya saja
usaha dalam rangka shabar lebih
bermakna ketimbang hanya usaha saja yang
bisa saja membuat kita frustasi.
Memang, makna kesabaran bukanlah
kita diam, pasrah, dan menyerah. Shabar
bersanding dengan usaha bahkan
dalam berbagai ayat kita temukan shabar
sering disandingkan dengan kata
jihad. Inilah maknanya buat kita,
Usaha/jihad + shabar =
pertolongan Allah SWT
Hai orang-orang yang beriman,
bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu
dan tetaplah bersiap siaga (di
perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada
Allah, supaya kamu beruntung. (QS. Ali 'Imraan: 200)
Jadi janganlah cepat menyerah.
Majulah terus, usahalah terus, sebab jika kita
shabar insya Allah, Allah SWT
akan menolong kita karena ini yang
diperintahkan-Nya kepada kita.
Kenapa harus takut jika ada jaminan dari Allah?
Kenapa harus ragu jika Allah SWT
akan menolong kita? Ini bukan kata saya, ini
ayat Al Quran, yang ditujukan
untuk kita semua.
Dengan bershabar, kita akan
menjadi lebih semangat dalam menjalani hidup.
Bagaimana tidak, pertolongan
Allah SWT sudah di depan mata. Tinggal sejauh
Renungan 2: Kesulitan
Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. (QS. Alam Nasyrah:5-6).
Jika kita membaca ayat ini,
mengapa kita harus takut. Sebab jika saat ini kita
sedang sulit, maka esok
kemudahanlah yang akan menghampiri kita. Ayat ini
sungguh memberikan inspirasi bagi
kita yang sedang mengalami kesulitan, ayat
yang memberikan dorongan kepada
kita untuk tetap bertahan, tetap semangat
dalam menghadapi hidup yang penuh
kesulitan.
Kemudahan, atau pertolongan Allah
SWT, akan datang. Tenanglah! Seperti
tenangnya Nabi Musa as. saat akan
tersusul oleh pasukan Fir’aun, seperti
diceritakan dengan indah dalam Al
Quran,
Maka Fir'aun dan bala tentaranya
dapat menyusuli mereka di waktu matahari
terbit. Maka setelah kedua
golongan itu saling melihat, berkatalah pengikutpengikut
Musa: "Sesungguhnya kita
benar-benar akan tersusul". Musa
menjawab: "Sekali-kali tidak
akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku,
kelak Dia akan memberi petunjuk
kepadaku". (QS. Asy Syu'araa':60-62).
Jika kita meneladani Nabi Musa
as., kita juga bisa mengatakan “sesungguhnya
Allah bersamaku, Dia akan
memberikan petunjuk kepadaku” saat kita ditimpa
masalah yang seolah-olah tidak
akan bisa hadapi atau selesaikan. Jadi,
janganlah bersedih dan janganlah
berputus asa saat kesulitan menghimpit kita,
karena dengan pertolongan Allah
SWT, kemudahan akan datang kepada kita.
Jangan pernah terhimpit, karena
keadaan akan berubah. Seperti sebuah lagu
dari mendiang Chrisye, Badai
pasti berlalu. Tunggulah kemudahan tersebut,
sudah dijamin koq oleh Allah
dalam Al Quran yang mustahil salah. Tentu saja
sambil mengharap pertolongan
Allah dengan shabar dan shalat. Hari esok
adalah ghaib, kita tidak tahu apa
yang akan terjadi esok, bisa saja esoklah
datangnya kemudahan tersebut.
Jadi selalu ada harapan di hari esok. Justru jika
kita tidak memiliki harapan di
hari esok, artinya kita sudah sok mengetahui apa
yang akan terjadi esok hari. Kita
menganggap esok hari akan seperti ini saja,
maka sama artinya kita mendahului
ketentuan Allah SWT. Allahlah yang
menentukan hari esok akan seperti
apa, dan kita memang tidak diberitahu. Bisa
saja besok hidup kita lebih baik.
Besok, selalu ada harapan untuk kita.
Begitu juga dengan rezeki,
mungkin saat ini begitu sulit karena akan ada
kemudahan setelah ini. Jangan
sampai kita menyerah dengan cara tidak mau
mencari rezeki yang lebih besar
karena takut kehilangan rezeki yang sudah ada.
Ada juga yang berharap kepada
orang dengan cara menjilat dan merendahkan
diri dihadapan orang lain.
Allah sudah menyiapkan rezeki
bagi kita, jadi meskipun saat ini serasa sulit,
sebenarnya sudah Allah siapkan
untuk kita. Kemudahan akan kita dapatkan
setelah kesulitan ini.
Dan tidak ada suatu binatang
melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezkinya, dan Dia
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis
dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).
(QS. Huud:6).
Hikmah Kesulitan
Daripada tenggelam dengan
kesedihan akibat kesulitan, mengapa kita tidak
berusaha mengambil hikmah dengan
cara berprasangka baik kepada Allah
SWT. Mungkin dengan datangnya
kesulitan kepada kita, agar kita:
1. memiliki hati yang lebih kuat,
sebab kesulitan menguatkan hati kita
2. sadar dengan segala kekurangan
dan kesalahan sehingga kita bertaubat
dan dosa kita diampuni.
3. bebas dari rasa ‘ujub,
kesulitan adalah bisa saja sebagai teguran karena
kita merasa bisa dan merasa
pintar
4. tidak lalai, sudah nyata
kesulitan ada dihadapan kita
5. lebih banyak mengingat Allah
SWT
6. lebih bershabar, karena
mungkin saja kesulitan ini adalah latihan
bershabar
Renungan 3: Hasbunallah wa ni’mal
wakiil
(Yaitu) orang-orang (yang
mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada
orang-orang yang mengatakan:
"Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan
pasukan untuk menyerang kamu,
karena itu takutlah kepada mereka", maka
perkataan itu menambah keimanan
mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah
Allah menjadi Penolong kami dan
Allah adalah sebaik-baik Pelindung". Maka
mereka kembali dengan nikmat dan
karunia (yang besar) dari Allah, mereka
tidak mendapat bencana apa-apa,
mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (QS. Ali “Imran:173-174)
Mengapa harus cemas, mengapa
harus takut, mengapa harus khawatir?
Bukankah ada Allah SWT yang
menjadi penolong dan pelindung kita? Seperti
yang dilakukan oleh Rasulullah
saw dan para sahabatnya saat perang Uhud
dimana masukan kafir sudah
bersiap menyerang, perkataan yang keluar dari
mereka ialah hasbunallah wa
ni’mal wakiil.
Kita adalah makhluq lemah, kita
tidak memiliki kekuatan. Kekuatan hanya milik
Allah Yang Mahakuat, maka
serahkanlah segara urusan kepada-Nya. Karena
siapa lagi yang mampu menolong
dan menjadi pelindung untuk segala urusan
kita selain Allah? Insya Allah
jika kita bertawakal ke Allah SWT, maka Dia akan
menjadi Penolong dan Pelindung
kita.
Setelah merenungi ayat ini, tidak
lagi kita perlu takut. Kita bisa melangkah di
muka bumi ini dengan langkah yang
berani. Bukan berani karena rasa takabur
atau sombong, tetapi berani
karena Allah menjadi Penolong dan Pelindung.
Siapa atau apa yang mampu
mengalahkan kekuasaan-Nya? Tidak, tidak ada
sesuatu pun. Lalu mengapa kita
harus takut, cemas, atau khawatir?
Kesusahan, bencana, kemiskinan,
dan kesulitan lainnya adalah kecil dihadapan
Allah. Serahkanlah semuanya
kepada Allah Yang Maha Kuat dan Maha Kaya
jika kita ingin mampu menghadapi
kesusahan dan bencana. Tidak perlu takut
menghadapi musuh-musuh Allah saat
berdakwah, sebab siapa yang mampu
mengalahkan Pelindung dan
Penolong kita?
Tidak ada lagi alasan untuk
takut, tidak alasan untuk tidak semangat, tidak
alasan untuk khawatir akan hari
esok, sebab kita sebenarnya sudah memiliki
Pelindung dan Penolong. Mari kita
jadikan kalimat “hasbunallah wa ni’mal wakiil”
sebagai semboyan hidup kita. Jika
harta kita sedikit, hutang yang banyak,
maisyah yang terhambat,
mengadulah kepada Penolong dan Pelindung kita.
Saat kita mau berdakwah,
rintangan dan halangan selalu ada. Tetapi sekarang
hal ini tidak lagi bisa menjadi
alasan kita untuk tidak berdakwah karena Allah
yang menjadi Pelindung dan
Penolong kita. Tidak peduli musuh kita banyak.
Tidak peduli musuh kita kuat.
Tidak peduli kita hanya sendiri. Jika Allah
Pelindung dan Penolong kita,
semua musuh akan bisa dikalahkan. Tidak akan
yang mampu menahan kehendak Allah
SWT.
Ingatlah Penolong dan Pelindung
mu itu
Mengapa kita sering kali tetap
khawatir dan takut? Mungkin karena kita sering
lupa bahwa kita memiliki Penolong
dan Pelindung. Oleh karena itu kita harus
mengingat-Nya terus agar hati
kita tenang. Tidak ada suatu pekerjaan yang bisa
membuat hati kita tenang selain
kita mengingat-Nya.
(yaitu) orang-orang yang beriman
dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram. (QS. Al Ra’d:28)
Bahkan saat kita menghadapi musuh
perang, yang kita perlukan adalah
mengingat Allah agar kita bisa
memenangkan perang tersebut.
Hai orang-orang yang beriman.
apabila kamu memerangi pasukan (musuh),
maka berteguh hatilah kamu dan
sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya
agar kamu beruntung. (QS Al Anfaal:45)
Hanya Allah-lah yang mampu
memberikan ketengan kepada kita,
Sesungguhnya Allah telah ridha
terhadap orang-orang mukmin ketika mereka
berjanji setia kepadamu di bawah
pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada
dalam hati mereka lalu menurunkan
ketenangan atas mereka dan memberi
balasan kepada mereka dengan
kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al
Fath:18)
Berjalanlah. Bertindaklah.
Mencobalah. Sambil mengingat Penolong dan
Pelindung kita, bukan hanya
ketenangan yang kita dapat, juga kemenangan.
Karena, Allah yang menghidupkan
kita, yang mematikan kita, yang memberi
rezeki, yang menentukan apa yang
terbaik bagi kita. Kenapa harus takut?
Sekarang, saatnya kita hidup
dimuka bumi ini tanpa rasa khawatir,
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali
Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. (QS. Yunus:62)
Renungan 4: Bersyukurlah…
Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS
Ibrahim:7)
Saat kehilangan sesuatu, saat
mengalami kerugian, atau saat tidak
mendapatkan sesuatu yang kita
inginkan, sering kali jiwa kita terguncang
sehingga patah semangat, tidak
lagi memiliki motivasi. Kita sering lupa
mensyukuri yang sudah kita
miliki, kita juga sering melupakan hikmah yang tak
ternilai dari suatu kegagalan
yang harusnya kita syukuri.
Padahal berdasarkan ayat diatas,
jika kita mau bersyukur maka Allah
menjanjikan akan menambah nikmat
kita. Oleh karena itu kita seharusnya
menysukuri apa yang sudah Allah
berikan kepada kita, kita juga harus
mensyukuri apa yang kita dapatkan
meskipun sekecil apa pun.
Ini adalah rahasia melipat
gandakan nikmat kita. Saat kita berusaha, syukurilah
nikmat yang kita dapatkan agar
ditambah oleh Allah SWT. Jadi, tetaplah
semangat meski hasil kita kecil,
sebab jika kita mensyukurinya, yang kecil
tersebut bisa menjadi besar.
Sangat ironis, sudah kecil, tidak kita syukuri.
Alangkah bodohnya orang yang
tidak mau mensyukuri nikmat Allah SWT.
Mereka sering menyangka bahwa
yang namanya nikmat itu adalah rezeki dalam
bentuk materi yang jumlahnya
besar. Padahal tidak, nikmat yang sudah kita
dapatkan itu sangat banyak, jika
kita berusaha untuk menyebutkannya, kita tidak
akan bisa. Seperti yang
dijelaskan dalam Al Quran,
Dan Dia telah memberikan kepadamu
(keperluanmu) dan segala apa yang kamu
mohonkan kepadanya. Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat
kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah). (QS Ibrahim:34)
Nikmatilah hidup, tetaplah
semangat meski penghasilan kita kecil, karena kita
bisa melipat gandakannya dengan
mensyukurinya. Renungkanlah, betapa
banyaknya nikmat yang sudah kita
miliki. Jangan risau, jangan takut untuk gagal,
sebab kegagalan sebesar apa pun
tidak akan menghabiskan nikmat-nikmat yang
ada pada diri kita.
Renungan 5: Benci
Diwajibkan atas kamu berperang,
padahal berperang itu adalah sesuatu yang
kamu benci. Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah:216)
Betapa sering kita membenci
sesuatu, seperti tugas yang berat (sebagai contoh
dalam ayat diatas adalah perang),
kegagalan, kekurangan yang ada dalam diri
kita, dan kehilangan. Namun kita
tidak pernah tahu, bisa jadi apa yang kita benci
itu justru baik menurut Allah
SWT. Perang, adalah sesuatu hal yang sangat
dibenci orang, tetapi mungkin
saja hanya dengan jihad di jalan Allah kita bisa
masuk syurga.
Saat kita mengejar sesuatu
kemudian gagal, bisa saja justru kegagalan ini akan
membawa kebaikan kepada kita.
Sebagai contoh, misalnya Anda melamar ke
suatu perusahaan, dan Anda gagal
menjadi karyawan perusahaan tersebut, kita
membencinya. Tetapi ternyata
karyawan yang ada di dalam perusahaan itu tidak
bisa bebas beribadah.
Ada juga orang yang merasa
membenci dirinya karena dirinya tidak tampan atau
tidak cantik. Padahal bisa jadi
jika dia cantik, dia malah terjurumus ke dunia
orang-orang yang suka pamer aurat
yang dibenci oleh Allah SWT. Bisa saja
karena tidak cantik justru
menyelamatkan dirinya dari rasa sombong dan
takabur.
Yang jelas, apa pun yang ada pada
diri kita, berbaik sangkalah kepada Allah
SWT, bahwa itu semua yang terbaik
untuk kita. Sesuatu yang kita suka atau kita
benci semuanya tidak lain nikmat
sekaligus ujian. Terimalah apa yang ada pada
diri kita. Jangan membenci apa
yang terjadi pada diri kita, karena bisa jadi
semua itu adalah yang terbaik
untuk kita.
Jika kita sudah bisa menerimanya
dengan lapang dada, hidup akan lebih
bersemangat dalam mengejar
prestasi, karena tidak ada lagi kata gagal di dalam
kamus hidupnya. Hidup akan lebih
tenang dengan segala kekurangan yang ada
di dalam diri. Tidak ada
kekhawatiran, begitu bebas, lepas, semuanya
diserahkan kepada Allah untuk
memberikan yang terbaik bagi dirinya.
Renungan 6: Maafkanlah
Jadilah engkau pema'af dan
suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada
orang-orang yang bodoh. (QS. Al A'raaf:199)
Saat kita dilukai oleh seseorang
tentu akan menyisakan luka pada diri kita.
Namun luka yang lebih berbahaya
adalah luka di hati, luka secara emosional.
Luka emosional sering kali muncul
saat kita diejek, direndahkan, dihina, atau
berbagai tindakan yang mengarah
ke harga diri kita. Saat emosi kita luka, kita
akan sangat protektif, mengapa
karena luka di atas luka lebih menyakitkan dari
pada luka baru.
Luka emosional akhirnya sering
menjadi sabotase bagi diri kita untuk meraih
sukses. Kita takut gagal yang
ujung-ujungnya takut diejek oleh orang lain. Kita
juga sering takut oleh anggapan
dan perkataan orang lain. Ini adalah akibat luka
emosional yang masih ada dalam
diri kita. Selama kita masih memiliki luka
emosional, kita akan tetap sangat
protektif yang secara tidak langsung sesuatu
yang menyabotase diri Anda
sendiri.
Seperti luka fisik, luka
emosional juga bisa disembuhkan. Saat kita tertusuk duri,
agar jari kita sembuh, satu
langkah penting ialah dengan mencabut duri yang
ada pada diri kita. Luka tersebut
tidak akan sembuh jika kita tidak mencabut
durinya terlebih dahulu. Begitu
juga dengan luka emosional, hanya akan sembuh
jika penyebab lukanya sudah kita
cabut, caranya dengan memaafkan orang yang
membuat kita luka emosional.
Dengan memaafkan, luka emosional
kita akan sembuh sehingga kita tidak akan
over protective lagi terhadap diri kita. Kita akan lebih tenang, tentram, sehat,
dan
mendapatkan kedamaian pikiran.
Tentu saja, memaafkan yang tulus, yang
benar-benar memaafkan tanpa
syarat. Memaafkan yang seolah-olah orang yang
melukai Anda tidak pernah melukai
Anda dimasa lampau, bahkan bisa jadi dia
adalah orang yang telah berjasa
kepada kita karena memberikan peluang bagi
http://www.motivasi-islami.com 21
kita untuk mendapatkan pahala
dari memaafkan dan hikmah dari peristiwa yang
bersangkutan.
Dengan memberikan maaf yang
sebenar-benarnya maaf, hati ini menjadi lebih
ringan, lapang dan leluasa. Tidak
ada lagi ganjalan sesuatu pun di dalam hati
kita yang menghambat pikiran dan
tindakan kita. Kita memandang masa depan
dengan lebih optimis, karena
sesuatu yang kita lihat begitu cerah dan
menjanjikan.
Renungan 7:Yang Terjadi ya
Terjadilah
Tiada suatu bencanapun yang
menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis
dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(QS. Al Hadiid:22)
Jika memang sudah kehendak Allah
SWT, kita bisa apa? Yang terjadi, ya
terjadilah. Kita tidak bisa
menghindar dari berbagai bencana yang sudah
direncanakan Allah SWT, kita
tidak bisa lari dari ketentuan-Nya, kita tidak
melawan-Nya, maka satu-satunya
yang bisa kita lakukan ialah menerimanya.
Tunggu, yang dimaksud menerima
bukanlah dalam makna “nrimo”, tetapi kita
harus menyadari dan meyakini
bahwa semua itu adalah kehendak Allah SWT.
Dia-lah yang Maha Berkuasa
menetapkan apapun yang terjadi pada kita.
Menerima artinya kita
mengembalikan semuanya kepada Allah SWT, sebab
semuanya datang dari Allah, maka
kita kembalikan kepada-Nya.
Jika kita sudah beriman akan
ketentuan Allah, maka kita tidak lagi perlu larut
dalam kesedihan, penyelasalan,
dan kebencian akan masalah, kesulitan,
musibah, dan kegagalan yang
menimpa kita. Kita akan tenang menghadapi
usaha dan upaya kita, karena jika
terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, itu
adalah sudah bagian dari
ketentuan Allah SWT.
Jika hal ini sudah tertanam dalam
jiwa, maka tidak ada lagi gundah, tegang,
resah, dan cemas di dalam hati
kita. Kita akan menjalani hidup dengan penuh
optimis dan semangat, karena apa
lagi yang harus kita cemaskan. Semuanya
sudah tertulis di Lauh Mahfudzh.
Saat kesulitan menerpa, serahkan saja kepada
Allah SWT.
Renungan 8: Jalan keluar itu
Barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. (QS Ath Thalaaq:2)
Dan barang-siapa yang bertakwa
kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam
urusannya. (QS Ath Thalaaq:4)
Bagi orang bertakwa,
bershabarlah, sebab kemudahan sudah menunggu kita.
Matahari akan terbit esok hari
bersamaan dengan kemudahan atas segala
kesulitan, beban, dan kegagalan
yang menimpa kita. Tidak usah risau dan
pesimis, karena kemudahan dan
jalan keluar sudah dijanjikan Allah SWT kepada
kita. Yang kita perlu lakukan ialah
dengan menambah ketakwaan kita, agar jalan
keluar dan kemudahan segera
menghampiri kita.
Jadi, sepelik apapun masalah yang
sedang kita hadapi, bertaqwalah kepada
Allah. Tidak ada masalah yang
tidak bisa diselasaikan jika Allah memberikan
jalan keluar bagi kita. Jika kita
bertaqwa, maka tidak ada alasan bagi kita untuk
putus asa dan menyerah saat
menghadapi masalah yang sangat rumit. Kata
Umar bin Khatab ra., jika kita
bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan menjaga
kita.
Renungan 9: Hanya mengharap keridhaan
Allah
Sesungguhnya kami memberi makanan
kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah,
kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih.
(QS. Al Insaan:9)
Inilah ciri orang yang melakukan
kebajikan, memberi makan kepada fakir miskin
hanyalah untuk menghadap ridha
Allah semata. Sering kali saat kita berbuat
sesuatu, kita malah dikritik
pedas oleh orang lain. Sering kali saat kita berbuat
baik, bukannya mendapatkan terima
kasih, tetapi malah dihina. Bahkan tidak
sedikit orang yang berjuang malah
mendapatkan fitnah.
Kita tidak akan membicarakan
mereka yang tidak suka kepada orang-orang yang
berbuat baik. Kita fokuskan saja
kepada diri kita sendiri. Jangan sampai
kehadiran orang-orang seperti ini
menghambat kita berbuat baik. Kita hanya
mengharapkan keridhaan Allah,
tidak peduli apakah orang yang kita tolong akan
berterima kasih kepada kita atau
tidak.
Kita juga tidak usah
memperdulikan orang yang malah mengkritik kebaikan kita.
Lebih baik dikritik karena
berbuat kebaikan dari pada mengkritik yang berbuat
kebaikan tetapi tidak berbuat
baik. Biarkan, teruskan berbuat kebaikan, teruskan
berjuang untuk orang lain, dan
jangan berhenti untuk berkontribusi. Yang perlu
kita lakukan ialah menguatkan
jiwa kita atas para pengkritik ini.
Begitu juga, kita mungkin
mendapatkan fitnah, karena ada orang yang tidak suka
saat kita berbuat baik. Mereka
memfitnah orang yang berbuat baik karena iri,
dengki, atau kedudukannya
terancam. Teruskan berjuang, sebab yang kita kejar
adalah keridhaan Allah. Hanya
keridhaan Allah.
Jangankan kita, para Nabi pun
yang mulia, selalu mendapatkan perlakuan yang
jelek dari umatnya. Padahal para
Nabi itu jelas akan menyelamatkan umatnya.
Tapi apa yang terjadi, dibunuh,
disiksa, dan difitnah, padahal mereka itu adalah
orang-orang teragung yang diutus
justru untuk menyelamatkan manusia. Apalah
kita, jika kita bebuat baik,
tentu saja akan mendapatkan perlawanan yang tidak
sedikit pula.
Renungan 10: Tegarlah
Janganlah kamu bersikap lemah,
dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang
paling tinggi (derajatnya), jika kamu orangorang
yang beriman. (QS.Ali 'Imraan:139)
Sungguh malu, saat kita
menghadapi kesulitan, kita bersedih dan langsung
bersikap lemah. Kita hanya diam,
menyerah, dan berbicara mengeluarkan
berbagai alasan-alasan mengapa
kita menyerah. Kita menyalahkan orang lain,
lingkungan, atau kondisi di
sekitar kita. Alasan-alasan ini hanyalah bukti
kelemahan kita, bukti bahwa kita
tidak kuat menghadapi berbagai masalah yang
muncul.
Padahal Allah melarang kita
bersikap lemah dan bersedih. Kita harus tetap tegar
sekokoh batu karang dan tidak
bersedih atas segala kesulitan dan beban yang
menghimpit. Hapuslah air mata,
bangunlah dari tidurmu. Bangkitlah, karena kita
sesungguhnya kuat untuk
menghadapi berbagai cobaan yang menerpa kita.
Bersikap lemah dan larut dalam
kesedihan tidak akan memberikan solusi bagi
kita. Berharap belas kasihan?
Tidak dijamin, malah bisa saja kita malah
ditertawakan oleh orang lain.
Kesedihan malah memadamkan api energi dalam
tubuh kita untuk bertindak dan
berkarya. Bukankah diam ini justru akan membuat
masalah berlarut-larut?
Masalah tidak akan selesai hanya
dengan ditangisi, kita harus kuat dan bertindak
mengatasi masalah tersebut.
Bukannya diam lemah sambil bersedih hati yang
justru akan menambah kesemasan
demi kecemasan dalam diri kita. Langkah
kita akan gamang, tak jelas arah,
dan ujung-ujungnya kita malah tidak akan
peduli lagi dengan apa yang akan
terjadi, menyerah dan pasrah.
Bangkitlah kawan, hapus air
matamu, dan kuatkan dirimu.
Renungan 11: Kemenangan Thalut
Maka tatkala Thalut keluar
membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya
Allah akan menguji kamu dengan
suatu sungai. Maka siapa di antara kamu
meminum airnya, bukanlah ia
pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya,
kecuali menceduk seceduk tangan,
maka ia adalah pengikutku." Kemudian
mereka meminumnya kecuali
beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala
Thalut dan orang-orang yang
beriman bersama dia telah menyeberangi sungai
itu, orang-orang yang telah minum
berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada
hari ini untuk melawan Jalut dan
tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa
mereka akan menemui Allah
berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang
sedikit dapat mengalahkan
golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang
sabar." (QS Al Baqarah:249)
Dr. Ahzami S. Jazuli dalam
menafsirkan ayat ini menekankan akan pentingnya
ujian lapangan bagi pengembangan
diri. Beliau melanjutkan, di antara
keistimewaan Islam adalah adanya
sinkronisasi antara mitsali dan waqii (antara
idealita dengan realita).
Penyebab kemenangan pasukan Thalut lainnya ialah,
karena yang ada dalam benak
pengikut Thalut yang minoritas ketika mereka
berperang: tujuan mereka adalah
bertemu dengan Allah SWT. Menurut Dr.
Ahzami, mereka paham bahwa
kemenangan bisa diraih hanya semata-mata atas
ijin Allah, bukan kepiawaian
berperang. Kemudian beliau menambahkan,
kesabaran adalah syarat mutlak
untuk mendapatkan kemenangan.
Penafsiran Dr. Ahzami sangat
selaras seperti apa yang seperti penafsiran
Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi
Zhilalil Quran, Sayyid mengatakan:
Kekuatan yang tersimpan
(tersedia) di dalam jiwa itu tidak lain adalah iradah
(kemauan, tekad, kehendak), yaitu
iradah yang dapat mengendalikan syahwat
dan keinginan, yang tegar
menghadapi kesulitan dan penderitaan, yang mampu
mengungguli semua kebutuhan dan
keperluan, yang lebih mengutamakan
ketaatan dan mengemban
tugas-tugas dan tanggung jawabnya sehingga mampu
melewati ujian demi ujian.
Selanjutnya Sayyid Quthb
mengatakan bahwa tentara yang diperlukan itu bukan
sekedar jumlahnya besar, tetapi
haruslah dengan hati yang kokoh, kemauan
yang mantap, iman yang teguh, dan
konsisten di atas jalan yang lurus. Itulah
yang menjadi bekal bagi Thalut
beserta pasukannya dalam mengalahkan Jalut
dan tentaranya.
Kalau begitu, kita tidak usah
mundur sedikit pun untuk meraih sukses yang
besar, meski sumber daya kita
terbatas. Mungkin modal materi kita kurang.
Mungkin kita tidak memiliki
karyawan profesional. Mungkin kita kurang memiliki
ilmu yang memadai, tetapi seperti
pasukan Thalut, meskipun dengan segala
keterbatasan bisa memenangkan
pertempuran jika bermodalkan hati yang
kokoh, kemauan yang mantap, iman
yang teguh, serta konsisten dijalan yang
lurus.
Renungan 12: Rahmatan lil’alamiin
Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam. (QS. Al Anbiyaa':107)
"Ah saya mah, sudah bisa
ngasih makan anak sama istri sudah cukup. Saya
tidak akan muluk-muluk."
"Saya hanya ingin bermanfaat
bagi orang lain."
Coba bandingkan dua kalimat di
atas. Mana yang lebih baik? Jika Anda memilih
kalimat yang kedua, sepakat
dengan saya.
Bagaimana dengan contoh kalimat
yang pertama? Menurut saya banyak sekali.
Sebagai ciri orang-orang yang
seperti ini ialah orang yang hanya mementingkan
dirinya sendiri. Ciri lain ialah
orang yang cepat puas dengan hasil yang dia
peroleh, karena sudah mencukupi
untuk diri serta keluarganya.
Padahal masih banyak orang-orang
yang membutuhkan bantuan kita. Pengemis,
gelandangan, anak-anak jalanan,
anak-anak yatim piatu, anak-anak berandal,
dan sebagainya. Jika kita sudah
cukup, kenapa kita tidak berpikir untuk
mencukupi mereka?
Semua terserah Anda, kalimat mana
yang akan Anda pilih. Pemilihan kata-kata
itu merupakan pencitraan pada
diri Anda sendiri, apakah Anda orang yang egois
yang hanya mementingkan diri
sendiri atau orang yang peduli dengan sesama,
yang menjalankan peran Anda
sebagai seorang Muslim yaitu rahmatan lil
'alamin.
Jangan karena kita sudah bisa
memenuhi kebutuhan kita, lalu kita berhenti
meraih sukses yang lebih tinggi
lagi. Sebab, kita ini diutus menjadi rahmatan
lil’alamiin, bukan saja rahmat untuk diri sendiri dan keluarga. Jika sudah
sukses
pun tidak ada alasan untuk tidak
meraih sukses berikutnya, apa lagi jika kita
masih merasa belum sukses.
Renungan 13: Kisah Nabi Yunus
A.S.
Sesungguhnya Yunus benar-benar
salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari,
ke kapal yang penuh muatan,
kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orangorang
yang kalah dalam undian. Maka ia
ditelan oleh ikan besar dalam keadaan
tercela. Maka kalau sekiranya dia
tidak termasuk orang-orang yang banyak
mengingat Allah, niscaya ia akan
tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari
berbangkit. Kemudian Kami
lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia
dalam keadaan sakit. Dan Kami
tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis
labu. Dan Kami utus dia kepada
seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka
beriman, karena itu Kami
anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga
waktu yang tertentu. (QS Ash Shaafaat:139-148)
Ayat-ayat ini mengisahkan saat
Nabi Yunus a.s. meninggalkan umatnya.
Kemudian beliau naik ke sebuah
kapal yang penuh dengan muatan. Karena
sesuatu hal yang mengancam
keselamatan kapal, maka diputuskan untuk
mengurangi penumpang dengan cara melempar
sebagian penumpang ke laut.
Untuk menentukan siapa yang akan
dilempar ke laut, maka diadakan undian dan
Nabi Yunus a.s. kalah dan harus
dilempar ke laut. Kemalangan tidak sampai di
sana, di laut beliau ditelan oleh
seekor ikan yang besar. Beliau berdoa di dalam
perut ikan sampai pertolongan
Allah datang. Beliau dilemparkan ke suatu daerah
yang tandus dan dalam keadaan
sakit.
Setelah mengalami berbagai
kemalangan dan kesulitan tersebut, akhirnya
pertolongan Allah SWT datang.
Mulai ditumbuhkannya pohon labu dan diterima
oleh umat yang beriman. Suatu
kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada
orang-orang yang bershabar atas
segala ujian yang dihadapinya.
Oleh karena itu hendaknya kita
semua selalu berpikir positif. Selalu yakin bahwa
ada hikmah dari setiap kejadian
atau kondisi yang kita alami saat ini. Suatu
kesulitan bukan berati kita akan
sulit selamanya. Ada kebaikan dan kemudahan
setelahnya, insya Allah.
Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. (QS.Alam Nasyrah:5-6)
Dan belum tentu pula kesulitan
yang kita hadapi merupakan gambaran dan
kehinaan kita,
Adapun bila Tuhannya mengujinya
lalu membatasi rizkinya maka dia berkata:
"Tuhanku menghinakanku"
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak
memuliakan anak yatim. (QS. Al fajr:16-17)
Kesempitan rezeki bukan indikasi
yang menunjukan kehinaan dan kesia-siaan.
Apapun kejadian yang menimpa
kita, apabila hati kita penuh dengan iman, maka
kita insya Allah akan selalu
berhubungan dengan Allah SWT dan mengerti apa
yang ada di sana. Harga diri
seseorang dalam timbangan Allah SWT bukan
ditentukan oleh nilai-nilai
lahiriah.
Kesulitan dan kegagalan bukanlah
diri kita. “kesalahan kita” dan “kita” adalah
berbeda. Kesalahan adalah kesalahan,
diri kita adalah diri kita. Maksudnya jika
kita melakukan kesalahan, bukan
berarti diri kita orang yang selalu salah, kita
hanya membuat kesalahan saja,
yang masih bisa kita perbaiki. Jangan putus
asa, jangan berhenti, teruslah
maju.
Renungan 14: Janganlah kamu
berhati lemah
Janganlah kamu berhati lemah
dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu
menderita kesakitan, maka
sesungguhnya merekapun menderita kesakitan
(pula), sebagaimana kamu
menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada
Allah apa yang tidak mereka
harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. (QS. An Nisaa':104)
Meski ayat ini dalam konteks
berperang, saya yakin, juga ditujukan untuk jihadjihad
yang lainnya, termasuk saat kita
harus bersaing dalam mencari nafkah buat
anak dan istri karena hal ini
juga sebagian dari jihad. Kita tidak boleh berhati
lemah dalam bersaing, jika kita
memiliki kelemahan pesaing juga sama, malah
kita memiliki kelebihan, yaitu
“harap” atau raja’. Kita masih bisa berharap kepada
Allah, sementara orang-orang yang
tidak beriman tidak. Mengapa harus takut?
Suatu hal yang ironis bukan,
jutru dunia ini dikuasai oleh orang-orang yang tidak
beriman. Seharus kita umat Islam
bisa menjadi umat yang memimpin, karena
kita punya Pelindung dan Penolong
yang tempat kita berharap. Bukankah sudah
hafal Surat Al Ikhlas ayat ke 2?
Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (QS. Al
Ikhlas:2)
Renungan 15: Seberat-beratnya
beban…
Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan)
yang diusahakannya dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika
kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan
kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa
yang tak sanggup kami memikulnya. Beri
ma'aflah kami; ampunilah kami;
dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami,
maka tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir." (QS. Al Baqarah:286)
Kita sering merasa beban yang
sedang kita alami adalah sangat berat, bahkan
paling berat diantara beban yang
dimiliki oleh orang lain. Orang cendrung suka
menceritakan beban, kesulitan, atau
masalahnya kepada orang sambil
meyakinkan orang lain bahwa
bebannya yang paling berat. Apa itu membantu?
Menceritakan beban kepada orang
terdekat atau yang terpercaya mungkin akan
meringankan, tetapi kalau ke
banyak orang justru malah tidak baik.
Dari pada bercerita ke sana ke
mari tentang beban kita, mengapa tidak bercerita
dan mengadu kepada Allah SWT.
Berdoalah:
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan
kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya.
Allah SWT tidak pernah memberi
beban yang melebihi kemampuan kita. Ini
menurut Al Quran. Jadi bagaimana
pun besarnya beban, kesulitan, dan masalah
yang kita hadapi, yakinlah bahwa
kita akan mampu melewatinya dan
mengatasinya.
Ayat ini memberikan kekuatan
kepada kita untuk lebih percaya diri dalam
menjalani hidup ini. Kita
percaya, bahwa diri kita sudah diberikan kekuatan untuk
menghadapi masalah bagaimana pun
beratnya menurut ukuran kita. Kita juga
yakin, bahwa Allah tidak akan
memberikan beban yang melebih kemampuan
kita.
Justru, saat kita mendapatkan
masalah yang berat, sangat berat, bahkan paling
berat dibanding masalah yang
dihadapi orang, ini menunjukan bahwa kita
memang memiliki kemampuan yang
lebih. Seorang anak SD tentu hanya akan
diberikan soal ujian untuk SD,
sementara seorang mahasiswa akan mehadapi
ujian untuk tingkat perguruan
tinggi. Harusnya kita malu, jika kita menyerah
dengan ujian yang kita hadapi.
Jangan-jangan, ujian yang diberikan adalah untuk
level SD, sementara orang lain
menghadapi ujian level perguruan tinggi dan
mereka mampu menghadapinya.
Renungan 16: Susah Payah
Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia berada dalam susah payah.
(QS. Al Balad:4)
Susah payah adalah sudah kodrat
kehidupan manusia. Hidup ini selalu dijalani
dengan susah payah, semua perlu
usaha. Kata orang barat, “no free lunch” tidak
ada sesuatu yang gratis, semua
perlu kerja semua perlu usaha. Jadi tidak ada
gunanya berkeluh kesah, sebab
jika kita berkeluh kesah dalam menghadapi
kesulitan, maka kita akan
berkeluh kesah selamanya.
Untuk kaya memang susah, tapi
miskin juga susah. Kalau begitu mendingan
milih kaya. Untuk maksiat perlu
susah payah, untuk beribadah juga susah payah.
Kalau begitu mending beribadah.
Apapun yang kita lakukan, akan disertai
dengan susah payah. Jadi susah
payah tidak bisa dijadikan oleh kita sebagai
alasan kita tidak bertindak
apa-apa.
Jika susah payah selalu menyertai
kita, pilihan terbaik ialah menjalani hidup yang
baik. Tidak ada alasan tidak
berkarya, tidak ada alasan untuk tidak memberikan
kontribusi, tidak alasan untuk
tidak berdakwah, tidak ada alasan untuk tidak
berjihad, tidak ada alasan untuk
tidak meraih sukses yang besar, toch meskipun
kita tidak berusaha untuk itu
semua, kita tetap susah.
Susah payah mungkin sama, tetapi
hasil dan makna dari yang kita lakukan
mungkin berbeda. Apakah sama
orang yang susah untuk mengejar kesenangan
dunia dengan orang yang susah
payah mengejar kesenagan akhirat? Apakah
sama orang yang susah payah
mengejar harta untuk diri sendiri dengan orang
yang mengejar harta untuk jihad?
Apakah sama susah payah untuk
mempertahankan kemalasan dengan
susah payah untuk berkarya? Susah
payahnya sama, tapi hasilnya
beda.
Orang yang tidak mau susah payah
sebenarnya, hanya tidak mau berpindah
bentuk susah payahnya. Apa pun
yang kita lakukan, kondisi apapun yang ada
pada diri kita, semuanya
memerlukan susah payah. Untuk malas pun perlu
susah payah, kata siapa tidak?
Untuk berjuang pun perlu susah payah, oleh
karena itu lebih baik berjuang.
Renungan 17: Bagimu apa yang
telah kamu usahakan
Itu adalah umat yang lalu;
baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu
apa yang sudah kamu usahakan, dan
kamu tidak akan diminta pertanggungan
jawab tentang apa yang telah
mereka kerjakan. (QS. Al Baqarah:134)
Mungkin orang tua kita hebat,
mungkin pendahulu kita hebat, tetapi yeng lebih
penting ialah sehebat apa diri
kita. Mungkin kita bisa menikmati apa yang sudah
diperoleh oleh para pendahulu kita,
tetapi jika kita hanya menikmati dan
membangga-banggakan hasil
pendahulu kita, itu tidak ada artinya, karena yang
hebat bukan diri kita, tetapi
pendahulu kita.
Kita tidak akan mendapatkan
apa-apa atas yang dilakukan oleh pendahulu kita.
Pahala mereka bagi mereka, kita
tidak akan kebagian kecuali kita memanfaatkan
apa yang telah diperoleh oleh
pendahulu kita untuk tujuan yang baik. Kita boleh
memanfaatkan yang sudah ada
sebagai pijakan perjuangan selanjutnya. Islam
menginginkan perbaikan secara
terus menerus. Kita tidak bisa mengandalkan
pada apa yang sudah dicapai oleh
pendahulu kita.
Atau, jika pun pendahulu kita
tidak baik. Itu bukan alasan kita untuk mengikuti
jejak mereka. Apa yang mereka
lakukan untuk mereka. Sekarang tinggal apa
yang akan kita lakukan dan untuk
diri kita sendiri. Kita tidak akan diminta
pertanggung jawaban atas apa yang
diperlakukan oleh mereka. Jadi apapun
yang dilakukan oleh pendahulu
kita, baik atau buruk, kita harus tetap bertindak
untuk diri kita.
Renungan 18: Kamu adalah umat
yang terbaik
Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik. (QS. Ali 'Imraan:110)
Allah SWT melalui Al Quran,
menyatakan bahwa kita adalah umat yang terbaik.
Oleh karena itu kita tidak perlu
merasa minder dari umat-umat lain, meskipun
saat ini umat lain cendrung lebih
maju dari pada kita. Kita sebenarnya umat
terbaik, memiliki berbagai
kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, jika saat
ini umat yang lain relatif lebih
maju, artinya kita belum mengoptimalkan segenap
potensi yang kita miliki.
Karena kita adalah umat yang
terbaik, konsekuensinya kita harus menjadi
pemimpin yang mengarahkan kepada
kebaikan, kita harus meminpin dalam
teknologi agar teknologi
diarahkan untuk kebaikan. Kita harus memimpin
dibidang informasi, agar
informasi digunakan untuk kebaikan. Kita harus
memimpin di bidang politik agar
politik dimanfaatkan untuk kebaikan, dan kita
harus memimpin di berbagai bidang
lainnya agar bisa digunakan untuk kebaikan.
Kebaikan bukan hanya hasil
bicara, kebaikan akan lebih nyata jika merupakan
hasil kerja. Apa lagi hanya
bicara kritik sana kritik sini seperti seorang calo,
banyak ngomong tetapi dia sendiri
hanya diam saja. Kita harus bergerak,
bertindak, dan berbuat.
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a.,
dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda, ‘Barang siapa
diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah
ia mengubahnya dengan tangannya.
Jika tidak mampu, maka hendaklah dengan
lisannya. Dan jika tidak mampu,
maka hendaklah dengan hatinya. Ini merupakan
amalan iman paling lemah.’” (HR Imam dan Muslim)
Renungan 19: Kata siapa harus
miskin?
Adapun orang yang memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan
membenarkan adanya pahala yang
terbaik (syurga), maka Kami kelak akan
menyiapkan baginya jalan yang
mudah. (QS. Al Lain:5-7)
Ini hanya salah satu ayat saja,
jika mau membuka Al Quran lebih dalam lagi,
akan banyak ditemukan ayat-ayat
yang senada dengan ayat ini, yaitu ayat-ayat
yang memerintahkan kita untuk
berinfaq, shadaqah, atau berzakat. Pada intinya
banyak ayat yang memerintahkan
kita untuk memberi, bahkan saya belum
pernah menemukan ayat yang
memerintah untuk menerima.
Bahkan jika ada orang kaya yang
menafkahkan hartanya untuk kebenaran, kita
boleh iri, seperti sabda
Rasulullah saw. dalam hadits berikut:
Dari Abdullah bin Mas’ud ra., dari
Nabi saw., beliau bersabda : “Tidak
diperbolehkan hasud (isi hati),
kecuali dalam dua hal, yaitu seseorang yang
dikaruniai harta oleh Allah
kemudian dibelanjakan dalam kebenaran, dan
seseorang yang dikaruniai ilmu
oleh Allah kemudian diamalkan dan
diajarkannya.” (HR Bukhari Muslim)
Ayat dan hadits ini memberikan
inspirasi kepada kita, untuk tetap berusaha
mencari harta dengan niat untuk
dibelanjakan dalam kebenaran. Memang, untuk
melakukan hal ini sulit, tetapi
kita juga sulit jika dalam keadaan miskin, bahkan
bisa jadi kemiskinan ini malah
membuat kita kufur. Kaya atau miskin tetap
membawa resiko, jika demikian
saya memilih kaya. Namun demikian, jika Allah
menakdirkan kita miskin, maka
kita harus bershabar.
Jika kita berjuang mencari harta
untuk jalan kebenaran, itu adalah salah satu
jenis jihad yang diperintahkan
oleh Al Quran,
Sesungguhnya Allah telah membeli
dari orang-orang mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan surga
untuk mereka. Mereka berperang pada jalan
Allah; lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar
dari Allah di dalam Taurat, Injil
dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati
janjinya (selain) daripada Allah?
Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah
kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar. (QS.At Taubah:111)
Dalam hadits yang diriwayatkan
oleh At Tirmidzi dan An Nasai, Rasulullah saw.
bersabda:
“Barang siapa membelanjakan
hartanya di jalan Allah, niscaya Dia akan
membalasnya dengan 700 kali lipat.”
Kini semakin jelaslah, bahwa
memiliki harta itu memang diperintahkan selama
tujuannya untuk berjihad membela
agama Allah. Pilihan ada ditangan kita,
apakah kita mau kaya yang
bersyukur dan berjihad atau miskin tetapi shabar?
Keduanya tidak salah, tetapi yang
utama ialah kaya yang bersyukur dan
berjihad.
Renungan 20: Allah menjadikannya
mudah
Dialah Yang menjadikan bumi itu
mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah
sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah
kamu (kembali setelah)
dibangkitkan. (QS. Al Mulk:15)
Ternyata, Allah telah memudahkan
kita untuk mendapatka rezekinya. Allah telah
memberikan tuntunan dan motivasi
kepada kita bahwa mencari rezeki itu tidak
sulit. Salah satu tuntunannya
ialah kita harus ingat bahwa hanya kepada Allah
kita kembali setelah dibangkitkan.
Artinya apa? Janganlah mencari harta menjadi
tujuan hidup yang utama bagi
kita.
Jika kita menjadikan akhirat
sebagai tujuan utama kita, insya Allah kita akan
mudah mendapatkan rezeki, seperti
yang difirman dalam ayat berikut:
…Barangsiapa bertakwa kepada
Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya
rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap
sesuatu. (QS Ath Thalaq:2-3)
Dengan ayat-ayat tersebut, diri
kita akan terbebas dari kegelisahan akan rezeki.
Kita akan tetap berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk memperolehnya. Jika
Allah yang menjamin rezeki kita,
kita tidak lagi perlu memohon dan meminta
kepada manusia atau makhluq
lainnya. Kita hanya memohon kepada Allah yang
telah menjamin rezeki kita dan
berusaha untuk menjemput rezeki tersebut.
Dunia ini sudah berlimpah dengan
rezeki, kita tinggal menyebar dimuka bumi
untuk mengambil kelimpahan
tersebut dan Allah telah memudahkannya. Lalu
mengapa terasa sulit? Bukan ayat
ini yang salah, karena Al Quran tidak mungkin
salah, yang salah ada pada diri
kita, mungkin kita kurang giat mencarinya atau
sudah benar, Allah sengaja
menangguhkannya untuk menguji kita. Tetapi kita
tidak pernah tahu, yang kita tahu
adalah berdoa dan berusaha. Jika usaha kita
kurang giat, maka tambahkan. Jika
usaha kita masih salah, belajarlah baik dari
pengalaman pribadi maupun
pengalaman seseorang.
Penutup
Bacalah Berulang-ulang
Anda akan mendapatkan manfaat
yang optimal jika Anda membacanya
berulang-ulang sambil. Semakin
sering Anda membaca, akan semakin tertanam
di hati dan di kepala Anda, sehingga
akan membekas pada sikap dan perilaku
Anda. Saya merasa lebih nyaman,
lega, dan semangat setelah menulis ebook
ini, saya berharap Anda juga
mendapatkan hal yang sama.
0 comments:
Post a Comment